Senin, 01 April 2013

Bab 1, 2, 3, dan 4


Bab 1
‘Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi’

 1.    Pengertian hukum
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting  dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,  Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

2.  Tujuan Hukum
Tujuan hukum mempunyai  sifat universal seperti  ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum  maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

  • Sumber Sumber Hukum
Sumber hukum dapat di lihat dari segi :
  1. Sumber-sumber hukum Material
Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
  1. Sedang Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal yaitu :
    1. Undang-undang (statute)
    2. Kebiasaan (costum)
    3. Keputusan-keputusan hakim
    4. Traktat (treaty)
    5. Pendapat Sarjana hokum (doktrin)
3. Kondifikasi Hukum

Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
  • Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
  • Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Sedangkan menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
  • Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi. “Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
  • Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan. Isinya:
  1. Politik hukum lama, unifikasi di zaman Hindia Belanda (Indonesia) gagal, dan penduduk terpecah menjadi : Penduduk bangsa Eropa, penduduk bangsa Timur Asing, penduduk bangsa pribadi (Indonesia)
  2. Pemikiran bangsa Indonesia terpecah-pecah pula.
  3. Pendidikan bangsa Indonesia : Hasil pendidikan barat dan hasil pendidikan timur
  4. Unsur-unsur dari suatu kodifikasi : Jenis-jenis hukum tertentu, Sistematis, dan Lengkap.
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh :
  • Kepastian hukum
  • Penyerderhanaan hukum
  • Kesatuan hukum
 
2.      4. Kaidah atau Norma
            Tujuan Norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib, sehingga dapat tercipta kehidupan bermasyarakat yang rukun dan saling menghargai. Contoh jenis dan macam norma :        

  • Norma Sopan Santun
  • Agama
  • Hukum
 

2.      5. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran. Istilah ekonomi berasal dari nahasa Yunani, Oikos berarti rumah tangga,dan Nomos berarti aturan.

      I.        subyek hukum terdiri dari dua jenis :
  •         Manusia Biasa ( Naturlijke Person )
  •         Badan Hukum ( Rechts Person )

    II.        Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk :
  •          Badan Hukum Publik ( Publik Rechts Person )
  •          Badan Hukum Privat ( Privat Rechts Person )

Obyek hukum menurut pasal 499 KUHP Perdata,yakni benda.
“segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik”

Jenis Obyek Hukum :
  •           Benda yang bersifat kebendaan
  •           Benda bergerak/tidak tetap – Benda tidak bergerak
  •           Benda yang bersifat tidak kebendaan
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang ( hak jamin ) yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).

Bab 2
‘Subyek dan Obyek Hukum’

1.      Subyek Hukum

  •       Manusia 
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yang kedua, Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
Syarat-syarat Cakap Hukum :
  1. Seseorang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun)
  2. Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah
  3. Seseorang yang sedang tidak menjalani hukum
  4. Berjiwa sehat & berakal sehat
Syarat-syarat tidak Cakap Hukum
  1. Seseorang yang belum dewasa
  2. Sakit ingatan
  3. Kurang cerdas
  4. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
  5. Seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata)
  •  Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya. Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara

2.      Obyek Hukum

  • Pengertian Obyek Hukum
Objek hukum ialah benda. Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
  1.  Benda bergerak
  • Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :
  • Benda yang bersifat kebendaan (Benda Bergerak). Benda bergerak juga dibedakan atas dua yaitu :
  1. Benda bergerak karena sifatnya Misalnya : kursi, meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah sendiri.
  2. Benda bergerak karena ketentuan undang – undang Misalnya : hak memungut hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan terbatas. 
2.   Benda yang bersifat tidak kebendaan (Benda Tidak bergerak)

Benda tidak bergerak dibedakan atas tiga yaitu :
·         Benda bergerak karena sifatnya. Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
·         Benda tidak bergerak karena tujuannya. Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.
·         Benda tidak bergerak karena ketentuan undang – undang. Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan dengan empat hak yaitu, pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan pembebanan (bezwaring).
3.      Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang ( Hak Jaminan)

a.    Jaminan Umum
            Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan http://id.wikipedia.org/wiki/subyek-obyek-hukumpasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain:
  1. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
  2. Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak la
b.      Jaminan Khusus
 Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia


 
Bab 3
‘Hukum Perdata’

1.      Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia

Hukum Perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat, Belanda, yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang-Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

2.      Sejarah Singkat Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancismenguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  1. BW (atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  2. WvK (atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

 3.      Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia

Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
  1. Faktor Ethnis, disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia karena Negara Indonesia ini terdiri dari beberapa suku bangsa.
  2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
  • Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
  • Golongan Bumi Putera ( pribumi / Bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
  • Golongan Timur Asing ( Bangsa Cina, India, Arab )
Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diperlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
  1. Bagi Golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselenggarakan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Negara Belanda berdasarkan azas konkordinasi.
  2. Bagi Golongan Bumi Putera dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
  3. Bagi Golongan Timur Asing berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timur asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk macam tindakan hukum tertentu saja.

4.     4.  Sistematika Hukum Perdata di Indonesia

Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat.
  1. Pendapat yang pertama yaitu dari pemberlaku Undang-Undang berisi :
    Buku I : Berisi mengenai orang (Hukum tentang diri seseorang dan
    kekeluargaan)
    Buku II : Berisi tentang hal benda (Hukum kebendaan dan hukum waris)
    Buku III : Berisi tentang hal perikatan (Hak-hak & kewajiban timbal balik)
    Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa
  2. Pendapatan yang kedua menurut ilmu Hukum / doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
    1.    Hukum tentang diri seseorang (Pribadi)
    Mengatur tentang manusia sebagai subjek dalam hukum,mengatur tentang prihal kecakapan untuk memilliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
    Hukum kekeluargaan
    2.    Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari kekeluargaan yaitu :
    Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri,hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan curatele.
    3.    Hukum Kekayaan
    Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang,oleh karnanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
    Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat:
  • Hak seorang pengarang atas karangannya.
  • Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagangan untuk memakai sebuah merk dinamakan hak mutlak saja.
    4.    Hak Warisan
    Mengatur tentang benda atau kekayaan sesorang jika ia meninggal. Di samping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Bab 4
‘Hukum Perikatan’

  1.   Pengertian
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan.
Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian. 

2.      Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
  • Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
  • Perikatan yang timbul undang-undang. Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
  • Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3.      Azas azas dalam Hukum Perikatan

Azas-azas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
  • Azas kebebasan kontrak
Azas kebebasan berkontrak yaitu bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
  • Azas konsensualisme
Azas konsesualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, asas konsesualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, cakap untuk menbuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

4.      Wanprestasi dan akibat akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
  • Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.       Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2.       Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3.       Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4.       Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
  • Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni
  • Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
  • Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
  • Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.


5.  Hapusnya Perikatan
Bab IV Buku III KUH Perdata mengatur tentang hapusnya perikatanbaik yang timbul dari persetujuan maupun dari undang-undang yaitu dalampasal 1381 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa adadelapan cara hapusnya perikatan yaitu :
  1. Pembayaran
  2. Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
  3. Pembaharuan utang (inovatie)
  4. Perjumpaan utang (kompensasi)
  5. Percampuran utang.
  6. Pembebasan utang.
  7. Musnahnya barang yang terutang
  8. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
  • Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah :
  1. Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
  2. Kadaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar